Kategori: Umum - Dibaca: 1158 kali
Tak sedikit masyarakat Kroya – Karanganyar Kecamatan Panguragan Kabupaten Cirebon, kini menyandarkan pendapatan utamanya pada bisnis penetasan telur itik skala rumah tangga. Dengan mengandalkan pasokan telur itik Rambon (Ras Masyarakat Cirebon) dari peternak sekitar, produksi DOD (Day Old Duck) atau anak itik hasil tetasan kawasan ini mampu mencapai 9,5 juta ekor per tahun.
Cakupan distribusi DOD made in Kroya ini tidak sekadar Cirebon dan Jawa Barat, tetapi juga Banten, Jawa Tengah, sertaJawa Timur bahkan sudah merambah Sumatera dan Kalimantan. Padahal semula, usaha ini dipandang sebelah mata dan hanya merupakan kegiatan sampingan.
Jabidi, adalah salah satu penduduk Kroya yang menggeluti usaha penetasan telur itik. Ia yang memulai usahanya14 tahunlaludengan10 mesin tetas berkapasitas 600 telur per unit, kini memiliki 30 unit mesin tetas dengan kapasitas 1.000 butir telur per unit. “Usaha di penetasan telur itik ini sangat aman dan tidak terpengaruh krisis ekonomi. Hanya sedikit terganggu pada saat awal merebaknya flu burung,” ungkap Jabidi kepada TROBOS beberapa waktu lalu.
Selain sebagai penetas, Jabidi juga bermain sebagai pengepul telur tetas yang memasokpenetas lainnya. Ia mengakumendapatkan telur dari peternak itik minimal 2.000 – 3.000 butir per 3 hari. Jika sedang banyak, telur yang dapat dikumpulkan bisa mencapai 7.000 – 10.000 butir. “Saya baru mampu memenuhi 5 % dari kebutuhan telur tetas yang ada. Terlalu banyak telur yang dikumpulkan pun tidak efektif karena telur fertil itu optimal disimpan sebelum ditetaskan sekitar 2 hari. Apalagi masih ada pengumpul telur tetas lainnya,” tuturnya.
Ditetaskan Bertahap
Dalam menetaskan telur itik, Jabidi tidak mengisi semua mesin tetas tetapi dilakukan secara bertahap. Sekali produksi, rata–rata ditetaskan 1.000 – 4.000 telur. Sedangkan mesin tetas yang tidak digunakan diistirahatkan dan disterilkan sekitar 3-7 hari dengan menggunakan desinfektan atau sabun untuk mematikan mikroorganisme.
Telur yang dikumpulkan dari kandang diseleksi,dipisahkan antara yang bersih dengan yang kotor.“Telur yang kotor kurang bagus kalau ditetaskan,” ungkap Jabidi. Ditambahkannya, telur yang kotor kemudian diolah untuk telur asin.
Jabidi melanjutkan, telur bersih kemudian masuk mesin tetas. Keesokan harinya dilakukan candling (peneropongan) telur menggunakan lampu untuk mengetahui fertilitas telur. Pada telur yang fertil terdapat tunas. Candling kembali dilakukan pada hari ke-5 untuk menyeleksi lagi telur yang fertil dan tidak. Pada telur fertil terlihat urat darah seperti laba - laba.
Sedangkan telur yang mati ada lingkaran dan urat darahnya putus– utus, hilang atau bahkan kosong.“Candling terakhir dilakukan pada hari ke-15. Telur yang hidup akan tampak berwarna gelap/hitam dan yang mati berwarna terang,” jelasnya.
Bernilai Tambah
Pria yang belajar penetasan telur itik secara otodidak ini mengungkapkan, banyak nilai tambah dalam usaha penetasan telur itik ini. Telur yang baru dibeli dari kandang dan didiamkan semalam di mesin tetas lalu ketika di-candling dan terdapat tunas nilai jualnya akan meningkat. Dari harga beli telur yang Rp 1.420 per butir, ia bisa menjual telur bertunas Rp 1.750. Sedangkan untuk DOD jantan dijual Rp 3.500 dan betina Rp 4.500. “DOD yang dihasilkan dengan umur 1 – 5 hari langsung dijual di tempat,” ujarnya.
Ia menggambarkan keuntungan dari penetasan telur itik ini minimal setengahnya dari modal. Dari kapasitas mesin tetas 1.000 butir per unit keuntungan minimal sekitar 300 butir per unit. “Kalau sudah dikurangi listrik dan tenaga kerja keuntungan bersih sekitar 200 butir,” katanya.
(Sumber : http://www.trobos.com/show_article.php?rid=29&aid=3088)
Tak sedikit masyarakat Kroya – Karanganyar Kecamatan Panguragan Kabupaten Cirebon, kini menyandarkan pendapatan utamanya pada bisnis penetasan telur itik skala rumah tangga. Dengan mengandalkan pasokan telur itik Rambon (Ras Masyarakat Cirebon) dari peternak sekitar, produksi DOD (Day Old Duck) atau anak itik hasil tetasan kawasan ini mampu mencapai 9,5 juta ekor per tahun.
Cakupan distribusi DOD made in Kroya ini tidak sekadar Cirebon dan Jawa Barat, tetapi juga Banten, Jawa Tengah, sertaJawa Timur bahkan sudah merambah Sumatera dan Kalimantan. Padahal semula, usaha ini dipandang sebelah mata dan hanya merupakan kegiatan sampingan.
Jabidi, adalah salah satu penduduk Kroya yang menggeluti usaha penetasan telur itik. Ia yang memulai usahanya14 tahunlaludengan10 mesin tetas berkapasitas 600 telur per unit, kini memiliki 30 unit mesin tetas dengan kapasitas 1.000 butir telur per unit. “Usaha di penetasan telur itik ini sangat aman dan tidak terpengaruh krisis ekonomi. Hanya sedikit terganggu pada saat awal merebaknya flu burung,” ungkap Jabidi kepada TROBOS beberapa waktu lalu.
Selain sebagai penetas, Jabidi juga bermain sebagai pengepul telur tetas yang memasokpenetas lainnya. Ia mengakumendapatkan telur dari peternak itik minimal 2.000 – 3.000 butir per 3 hari. Jika sedang banyak, telur yang dapat dikumpulkan bisa mencapai 7.000 – 10.000 butir. “Saya baru mampu memenuhi 5 % dari kebutuhan telur tetas yang ada. Terlalu banyak telur yang dikumpulkan pun tidak efektif karena telur fertil itu optimal disimpan sebelum ditetaskan sekitar 2 hari. Apalagi masih ada pengumpul telur tetas lainnya,” tuturnya.
Ditetaskan Bertahap
Dalam menetaskan telur itik, Jabidi tidak mengisi semua mesin tetas tetapi dilakukan secara bertahap. Sekali produksi, rata–rata ditetaskan 1.000 – 4.000 telur. Sedangkan mesin tetas yang tidak digunakan diistirahatkan dan disterilkan sekitar 3-7 hari dengan menggunakan desinfektan atau sabun untuk mematikan mikroorganisme.
Telur yang dikumpulkan dari kandang diseleksi,dipisahkan antara yang bersih dengan yang kotor.“Telur yang kotor kurang bagus kalau ditetaskan,” ungkap Jabidi. Ditambahkannya, telur yang kotor kemudian diolah untuk telur asin.
Jabidi melanjutkan, telur bersih kemudian masuk mesin tetas. Keesokan harinya dilakukan candling (peneropongan) telur menggunakan lampu untuk mengetahui fertilitas telur. Pada telur yang fertil terdapat tunas. Candling kembali dilakukan pada hari ke-5 untuk menyeleksi lagi telur yang fertil dan tidak. Pada telur fertil terlihat urat darah seperti laba - laba.
Sedangkan telur yang mati ada lingkaran dan urat darahnya putus– utus, hilang atau bahkan kosong.“Candling terakhir dilakukan pada hari ke-15. Telur yang hidup akan tampak berwarna gelap/hitam dan yang mati berwarna terang,” jelasnya.
Bernilai Tambah
Pria yang belajar penetasan telur itik secara otodidak ini mengungkapkan, banyak nilai tambah dalam usaha penetasan telur itik ini. Telur yang baru dibeli dari kandang dan didiamkan semalam di mesin tetas lalu ketika di-candling dan terdapat tunas nilai jualnya akan meningkat. Dari harga beli telur yang Rp 1.420 per butir, ia bisa menjual telur bertunas Rp 1.750. Sedangkan untuk DOD jantan dijual Rp 3.500 dan betina Rp 4.500. “DOD yang dihasilkan dengan umur 1 – 5 hari langsung dijual di tempat,” ujarnya.
Ia menggambarkan keuntungan dari penetasan telur itik ini minimal setengahnya dari modal. Dari kapasitas mesin tetas 1.000 butir per unit keuntungan minimal sekitar 300 butir per unit. “Kalau sudah dikurangi listrik dan tenaga kerja keuntungan bersih sekitar 200 butir,” katanya.
(Sumber : http://www.trobos.com/show_article.php?rid=29&aid=3088)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar