VIVAnews - Meski penipuan jual beli online sudah sebagian terkuak, namun penindakan oknum terhadap tindakan tersebut banyak yang belum sampai ke ranah hukum. Ini disebabkan para korban penipuan online enggan melaporkan kepada penegak hukum, sedangkan pasal penipuan merupakan delik aduan.
"Kebanyakan mereka malu menjadi korban, dan saat melapor tidak disertai dengan bukti yang kuat," ujar Director Bukalapak.com, Achmad Zaky, dalam diskusi "Penipuan Online" di Jakarta, Rabu, 14 Desember 2011.
Berdasarkan aduan korban, ia pernah melaporkan ke kepolisian. Namun, upayanya terkendala pada bukti sehingga proses hukum tidak berjalan. Untuk itu, calon pembeli online perlu ditekankan untuk merekam data detail semua transaksi online yang dilakukan.
"Dari mulai pertama kontak, harus direkam. Kebanyakan pembeli kurang aware dengan rekam data ini," jelas pegiat ICT Watch, Arif Taufik.
Ironisnya, dari sisi regulasi, UU ITE sudah mengakomodasi soal transaksi online. Arif menyebutkan dalam Bab 5 pasal 17 sampai 22, namun orang belum banyak yang tahu soal itu.
Upaya lain yang bisa ditempuh untuk memperkuat verifikasi rekening maupun website yang diduga melakukan penipuan adalah dengan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dan Kementerian Komumikasi dan Informatika. "Itu juga akan kami lakukan," tuturnya.
Zaky berpesan agar pengguna internet tidak tergiur dengan iming-iming cepat mendapatkan uang dalam waktu singkat maupun tergiur dengan barang yang harganya sangat miring. Lebih baik lanjutnya, beli barang kepada orang yang sudah kenal rekam jejaknya.
"Pelaku penipuan online ada di mana-mana dengan berbagai modus. Bahkan ada yang menggunakan hipnotis," pesannya. (eh)
"Kebanyakan mereka malu menjadi korban, dan saat melapor tidak disertai dengan bukti yang kuat," ujar Director Bukalapak.com, Achmad Zaky, dalam diskusi "Penipuan Online" di Jakarta, Rabu, 14 Desember 2011.
Berdasarkan aduan korban, ia pernah melaporkan ke kepolisian. Namun, upayanya terkendala pada bukti sehingga proses hukum tidak berjalan. Untuk itu, calon pembeli online perlu ditekankan untuk merekam data detail semua transaksi online yang dilakukan.
"Dari mulai pertama kontak, harus direkam. Kebanyakan pembeli kurang aware dengan rekam data ini," jelas pegiat ICT Watch, Arif Taufik.
Ironisnya, dari sisi regulasi, UU ITE sudah mengakomodasi soal transaksi online. Arif menyebutkan dalam Bab 5 pasal 17 sampai 22, namun orang belum banyak yang tahu soal itu.
Upaya lain yang bisa ditempuh untuk memperkuat verifikasi rekening maupun website yang diduga melakukan penipuan adalah dengan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dan Kementerian Komumikasi dan Informatika. "Itu juga akan kami lakukan," tuturnya.
Zaky berpesan agar pengguna internet tidak tergiur dengan iming-iming cepat mendapatkan uang dalam waktu singkat maupun tergiur dengan barang yang harganya sangat miring. Lebih baik lanjutnya, beli barang kepada orang yang sudah kenal rekam jejaknya.
"Pelaku penipuan online ada di mana-mana dengan berbagai modus. Bahkan ada yang menggunakan hipnotis," pesannya. (eh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar